ANGIN TIMUR: Sutrisno saat menunjukan kondisi cuaca di Kaltim. |
Anomali cuaca terjadi di Samarinda. Sedianya, sejak Februari, Kota Tepian sudah memasuki iklim musim penghujan. Namun, hingga kini musim belum beralih lantaran masih terkena dampak fenomena cuaca el nino.
Menurut Kepala Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sutrisno, penyimpangan cuaca tersebut hanya terjadi di Kaltim. Selain el nino, ada angin yang turut menjadi penyebab penghujan tak kunjung datang. Jika di Indonesia kini memasuki masa angin barat, Kaltim jadi satu-satunya yang masih terjebak dengan angin timur.
“Jadi di Kalimantan yang masih didominasi angin timur, ya Kaltim. Lainnya, banyak mulai beralih dengan angin barat. Makanya, di daerah lain sudah ada banjir-banjir segala,” terang Sutrisno.
Dominannya, angin timur menyebabkan hujan yang turun bersifat lokal. Sebab, angin barat yang membawa uap-uap air calon pembentukan awan. Meski curah hujan terbilang rendah, Sutrisno mengatakan tak perlu mengkhawatirkan potensi kebakaran lahan yang beberapa waktu lalu.
Sebab risiko terbilang lebih kecil mengingat kelembaban masih normal di kisaran 78 persen. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan lembaganya, sejak memasuki Maret, fenomena tersebut mulai mereda. Diperkirakan, memasuki April, cuaca kembali normal.
“Kalau di bawah 40 persen baru agak berbahaya. Meski begitu, kita tetap harus waspada,” imbuhnya. Titik api sejauh ini hanya 11 buah. Sutrisno mengatakan, di Samarinda tidak ada titik api. Sebab, titik api berada di Kukar dan Kutim.
Menurut dia, itulah waktu yang tepat untuk mempersiapkan lingkungan, mengantisipasi banjir saat memasuki musim penghujan, misalnya mengeruk parit-parit. “Ya, ini fenomena alam. Mau bagaimana lagi?” terang dia. (*/nyc/*/ndy/k8) - kaltim.prokal.co