Menekuni usaha kuliner dan bertahan hingga tahun ke-13 adalah sebuah hal yang tidak pernah disangka oleh Arifuddin Afara sebelumnya. Lewat konsistensi dan mengutamakan motto ‘pelanggan adalah raja’, ia berkomitmen agar usaha kuliner miliknya bisa tetap eksis di Kota Taman. Bagaimanakah kisah dibalik kesuksesannya ?
Pretty, Bontang
Pria paruh baya ini lahir di Bone 14 Maret 1964 silam dan dalam keseharian ia biasa disapa Arif. Pada medio 1975 dia memutuskan hijrah ke Kota Taman dan menekuni karir sebagai cleaning service di Badak LNG pada medio 1982. Seiring berjalannya waktu, dia mendapat mandat dari perusahaan untuk memegang posisi jabatan berbeda.
Mulai dari seorang kasir, hingga jabatan terakhir yang ia emban adalah sebagai seorang asisten supervisor di mess hall milik perusahaan. Meski terbilang bergengsi, namun selama bekerja, Arif diliputi kekhawatiran. Arif khawatir jika kontrak kerjanya tak diperpanjang pihak kontraktor.
Kekhawatirannya rupanya benar terjadi, bermuara pada pemulangan dirinya. Arif tidak lagi mendapat kontrak kerja pada 2006. Beruntung, berkat pengalaman berkerja di dapur perusahaan, dirinya mampu membuka usaha kuliner Dapur Cilelaki.
“Untungnya, usaha ini sudah tiga tahun berdiri. Jadi, walau ada rasa sedih karena tidak ada perpanjangan kontrak, saya tetap bisa menghidupi keluarga,” ungkap pria yang memiliki empat anak ini, beberapa waktu lalu.
Diceritakan Arif, rumah makan miliknya sudah berdiri sejak 2002 silam. Lokasi awal, terletak di Jalan Sultan Hasanuddin (Depan Plaza Andika). Akibat lokasi yang sempit akibat pelebaran jalan, dirinya memilih untuk mencari lokasi lain yang lebih strategis.
“Sempat tutup selama enam bulan karena mencari lokasi yang layak. Akhirnya, buka kembali 2003 di sini Jalan Wr Supratman No 27, depan SMP YPPI,” tuturnya.
Membangun usaha kuliner memang sudah menjadi angan tersendiri bagi Arief sejak berstatus sebagai pegawai perusahaan dahulu. Meski dirinya bukan chef alias koki, berkutat dengan dapur dan melayani kepuasan lidah para konsumen bukanlah hal asing lagi untuknya. Meski awalnya, dukungan dari sang isteri semula tidak ia kantongi. “Memang usaha ini sudah saya impikan sebelumnya. Sudah ada di kepala dan sudah saya prediksikan. Saya memang bukan koki. Tapi sering bekerja di dapur dan memerhatikan mereka (para koki, Red),” tegasnya.
Buka mulai dari pukul 17.00 Wita hingga pukul 23.00 Wita. Kini Arief hanya mengisi kesibukkan sehari hari sebagai koordinator umum Dapur Cilelaki, sekaligus sebagai pemilik usaha tersebut. Saat disinggung seputar kenikmatan, ia mengaku merasa enjoy di kedua bidang yang tidak jauh berbeda tersebut. Bedanya, dulu saat dia menjadi karyawan sering was-was dan sekarang sebagai pelaku usaha juga harus konsisten.
“Kerja sebagai karyawan enak, namun buka usaha juga menyenangkan. Kan dahulu sempat tiga tahun menjalani keduanya secara barengan. Semua ada nilai lebih tersendiri,” ungkapnya.
Awal berdiri memang tidak ada kesulitan berarti. Dapur Cilelaki sudah mendapat kesan tersendiri di lidah konsumennya. Satu hal saat itu menjadi tantangan Arief adalah, cara agar biaya operasional stabil sehingga usahanya terus berjalan.
“Saya harus konsisten. Tidak masalah kecil-kecilan asalkan tetap eksis. Jangan sampai seperti yang marak terjadi, hanya setahun, tiga bulan, bahkan hanya sebulan saja buka,” imbuhnya.
Kedepan ia memiliki impian agar usahanya bisa berkembang lebih besar bahkan memiliki cabang. Ia sedikit bercerita, kepuasan pelanggan adalah hal utama. Dan hal yang membuatnya bahagia, saat pembeli menghabiskan menu pesanannya hingga kemudian datang kembali.
“Ada pelanggan dahulunya bujang. Sekarang datang memboyong isteri dan anaknya. Disitulah saya rasanya senang. Jadi, tidak terputus kepuasannya,” serunya.
Disinggung tentang persaingan, ia mengaku tidak akan takut sama sekali. Pria yang sering berbelanja ke pasar untuk membeli bahan baku masakannya ini bahkan memiliki analogi sendiri. “Di pasar saja banyak sekali pedagang, tapi laku juga. Rezeki masing-masing ada yang mengatur,” tutupnya. (*)
Via : Bontang Prokal
Via : Bontang Prokal